http://media-islam.or.id/2009/11/25/cara-islam-menegakkan-hukum-dan-keadilan/
Cara Islam Menegakkan Hukum dan Keadilan
“Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al
Maa-idah:8]
Allah memerintahkan orang-orang yang beriman
untuk selalu menegakkan kebenaran dan berlaku adil.
Seorang
wanita di jaman Rasulullah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu
Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid
menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut.
Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu
bersabda : “Apakah kamu akan minta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum
Allah Azza Wajalla?” Usamah lalu menjawab, “Mohonkan ampunan Allah untukku,
ya Rasulullah.” Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu
memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya : “Amma ba’du.
Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan
mencuri dibiarkan (tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang
miskin maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam
genggamanNya. Apabila Fatimah anak Muhammad mencuri maka aku pun akan
memotong tangannya.” Setelah bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh
memotong tangan wanita yang mencuri itu. (HR. Bukhari)
Begitulah sabda Nabi Muhammad. Hukum harus
ditegakkan tidak peduli orang itu kaya atau miskin. Hukum harus dijalankan
tidak peduli dia orang asing atau anak kita sendiri.
Tidak boleh uang menyebabkan seseorang lolos
dari hukuman. Tidak pantas jika karena uang atau hal lainnya akhirnya yang
salah jadi benar dan yang benar disalahkan. Jika tidak, maka bangsa itu akan
rusak.
Sering seorang pejabat atau penegak hukum
tidak dapat berlaku adil jika dia mendapat uang sogokan atau yang dihukum
adalah keluarganya sendiri. Padahal itu adalah perbuatan dosa.
Pernah seorang Yahudi di Mesir yang menolak
digusur rumahnya untuk perluasan masjid oleh Gubernur Mesir, ‘Amr bin ‘Ash.
Padahal dia dapat ganti rugi yang pantas. Akhirnya orang Yahudi itu pergi ke
Madinah untuk menemui Khalifah Umar bin Khaththab ra.
Setelah menceritakan masalahnya, Umar ra
mengambil sebuah tulang unta kemudian menorehkan garis lurus dari atas ke
bawah kemudian dari kiri ke kanan sehingga berbentuk silang. Oleh Umar ra,
tulang itu diserahkan kepada orang Yahudi tersebut.
“Bawalah tulang ini dan berikan kepada
Gubernur Mesir, ‘Amr bin ‘Ash. Katakan ini dari Umar bin Khaththab”, begitu
kata Umar ra.
Orang Yahudi itu meski merasa aneh, namun
memberikan tulang itu kepada ‘Amr bin ‘Ash. Muka ‘Amr bin ‘Ash segera pucat
pasi begitu melihat tulang yang digaris dengan pedang itu. Dia segera
mengembalikan rumah orang Yahudi tersebut tanpa pikir panjang.
Orang Yahudi itu bertanya mengapa ‘Amr begitu
melihat tulang itu begitu ketakutan dan segera mengembalikan rumahnya?
‘Amr bin ‘Ash menjawab, “Ini adalah
peringatan dari ‘Umar bin Khaththab agar aku selalu berlaku lurus (adil)
seperti garis vertikal pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus,
maka Umar akan memenggal leherku sebagaimana garis horisontal di tulang ini.
Begitulah sikap seorang Kepala Negara. Dia
harus mau mendengar keluhan rakyatnya yang digusur semena-mena oleh anak
buahnya. Dia harus memiliki rasa keadilan dan kepedulian terhadap rakyatnya.
Seorang pemimpin harus berani menindak anak
buahnya yang bersikap sewenang-wenang dan membela rakyatnya yang dizalimi.
Tidak boleh membiarkan rakyatnya terlunta-lunta dan menderita karena
kezaliman atau ketidak-mampuan anak buahnya.
Menjadi seorang penegak hukum atau hakim
sangat berat. Dari 3 golongan, 2 golongan masuk neraka, dan hanya satu
golongan saja yang masuk surga.
Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua
golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang
masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum
tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan
hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia
masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui
yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga
masuk neraka. (HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi)
Hakim yang adil, masuk ke surga. Sebaliknya
hakim yang zhalim masuk neraka.
Lidah seorang hakim berada di antara
dua bara api sehingga dia menuju surga atau neraka. (HR. Abu Na’im dan
Ad-Dailami)
Seorang hakim tidak bisa membiarkan perasaan
atau emosinya mempengaruhi keputusannya.
Janganlah hendaknya seorang hakim
mengadili antara dua orang dalam keadaan marah. (HR. Muslim)
Seorang hakim harus mendengarkan seluruh
keterangan dari semua pihak yang bersengketa. Tidak boleh berat sebelah.
Bila dua orang yang bersengketa
menghadap kamu, janganlah kamu berbicara sampai kamu mendengarkan seluruh
keterangan dari orang kedua sebagaimana kamu mendengarkan keterangan dari
orang pertama. (HR. Ahmad)
Saksi Palsu atau berbohong adalah dosa besar.
Bahkan Nabi sampai menyamakannya dengan dosa syirik. Oleh karena itu membuat
seseorang bersaksi palsu baik dengan iming-iming atau pun dengan
intimidasi/penyiksaan adalah dosa yang besar.
Salah satu dosa paling besar ialah
kesaksian palsu. (HR. Bukhari)
Rasulullah Saw bersabda :
“Disejajarkan kesaksian palsu dengan bersyirik kepada Allah.” Beliau
mengulang-ulang sabdanya itu sampai tiga kali. (Mashabih Assunnah)
Nabi Saw mengadili dengan sumpah dan
saksi. (HR. Muslim)
Terkadang ada orang yang ingin menzalimi
seseorang dengan memakai pengacara hitam yang pintar bicara dan pandai
“mengatur” kasus. Padahal nerakalah imbalan bagi mereka.
Sesungguhnya aku mengadili dan
memutuskan perkara antara kalian dengan bukti-bukti dan sumpah-sumpah.
Sebagian kamu lebih pandai mengemukakan alasan dari yang lain. Siapapun yang
aku putuskan memperoleh harta sengketa yang ternyata milik orang lain
(saudaranya), sesungguhnya aku putuskan baginya potongan api neraka. (HR.
Aththusi)
Jika kita mengetahui satu kejadian penting
yang berkaitan dengan satu kasus hukum, hendaknya kita bersaksi di depan
hakim.
Maukah aku beritahukan saksi yang
paling baik? Yaitu yang datang memberi kesaksian sebelum dimintai
kesaksiannya. (HR. Muslim)
Dalam Islam, kejahatan yang keji seperti
pembunuhan dan perkosaan hukumannya adalah hukuman mati.
Tidak halal darah (dihukum mati)
seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab. Pertama, duda atau
janda yang berzina (juga suami atau isteri). Kedua, hukuman pembalasan
karena menghilangkan nyawa orang lain (Qishas), dan ketiga, yang murtad dari
Islam dan meninggalkan jama’ah. (HR. Bukhari)
Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa ada
seorang gadis ditemukan kepalanya sudah retak di antara dua batu besar, lalu
mereka bertanya kepadanya: Siapakah yang berbuat ini padamu? Si Fulan? atau
Si Fulan? Hingga mereka menyebut nama seorang Yahudi, gadis itu
menganggukkan kepalanya. Lalu ditangkaplah orang Yahudi tersebut dan ia
mengaku. Maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk meretakkan kepalanya di
antara dua batu besar itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Masalah pertama yang akan diputuskan antara
manusia pada hari kiamat ialah masalah darah.” Muttafaq Alaihi.
Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW
bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling durhaka kepada Allah ada tiga:
Orang yang membunuh di tanah haram, orang yang membunuh orang yang tidak
membunuh, dan orang yang membunuh karena balas dendam jahiliyyah.” Hadits
shahih riwayat Ibnu Hibban.
Pencurian dengan nilai di bawah ¼ dinar
(kurang dari 1 gram emas) atau sekarang di bawah Rp 375 ribu tidak dikenakan
hukuman.
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. memotong tangan
pencuri dalam pencurian sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim
No.3189)
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Pada zaman Rasulullah saw. tangan
seorang pencuri tidak dipotong pada (pencurian) yang kurang dari harga
sebuah perisai kulit atau besi (seperempat dinar) yang keduanya berharga.
(Shahih Muslim No.3193)
Tapi meski tidak dihukum, barang curian harus
dikembalikan.
Oleh karena itu kasus
nenek berumur 55 tahun yang dituduh mencuri 3 biji Kakao senilai Rp 2.100
tidaklah layak diterima oleh polisi untuk diteruskan ke pengadilan.
Apalagi barang curiannya sudah dikembalikan. Begitu pula dengan pencurian
satu buah semangka di mana 2 pencurinya disiksa dan dipenjara oleh polisi
selama 2 bulan dan diancam hukuman penjara selama 5 tahun.
Bahkan Khalifah Umar ra pernah membebaskan
seorang miskin yang mengambil buah yang jatuh di jalan. Sebaliknya Umar ra
menghukum orang kaya yang melaporkan hal itu karena orang itu tidak
berperi-kemanusiaan dengan membiarkan tetangganya yang miskin kelaparan.
Itulah yang seharusnya kita lakukan. Hukum
itu adalah untuk peri kemanusiaan dan keadilan. Bukan sekedar menghukum
tanpa ada rasa kemanusiaan sedikitpun.
www.alsofwah.or.id
Tokoh Islam
---------------------------------------------------------------------------------
SYURAIH AL-QADLI (Sisi-Sisi Keadilan Islam
Nan Membuat Air Mata Menitik Terharu)
"Ada orang yang bertanya kepada Syuraih,
'Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?.' Dia menjawab,
'Dengan bermudzakarah bersama para ulama; Aku mengambil
dari mereka dan mereka mengambil dariku" (Sufyan al-Ausi)
Amirul mu'minin, Umar bin Al-Khaththab
membeli seekor kuda dari seorang laki-laki Badui, dan
membayar kontan harganya, kemudian menaiki kudanya dan
pergi.
Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda,
beliau menemukan luka pada kuda itu yang membuatnya
terganggu ketika berpacu, maka beliau segera kembali ke
tempat dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orang Badui tersebut,
"Ambillah kudamu, karena ia terluka."
Maka orang itu menjawab, "Aku tidak akan mengambilnya -wahai Amirul
mu'minin- karena aku telah menjualnya kepada anda dalam keadaan
sehat tanpa cacat sedikitpun."
Lalu Umar berkata, "Tunjuklah seorang hakim yang akan memutus antaramu dan
aku." Lalu orang itu berkata, "Yang akan
menghakimi di antara kita adalah Syuraih bin al-Harits
al-Kindi." Lalu Umar berkata, "Baiklah, aku setuju."
Amirul mu'minin Umar bin al-Khathab dan
pemilik kuda pun menyerahkan perkaranya kepada Syuraih.
Ketika Syuraih mendengar perkataan orang Badui, dia
menengok ke arah Umar bin al-Khaththab dan berkata,
"Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul
mu'minin?." "Ya." Jawab 'Umar.
Syuraih berkata, "Simpanlah apa yang anda beli- wahai Amirul
mu'minin- atau kembalikanlah sebagaimana anda menerima."
Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan
pandangan kagum dan berkata, "Beginilah seharusnya
putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusan yang adil.
Pergilah anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim (Qadli)
di sana."
Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih
bin al-Harits bukanlah seorang yang tidak dikenal oleh
masyarakat Madinah atau seorang yang kedudukannya tidak
terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra'yi dari kalangan para pembesar
Sahabat dan Tabi'in.
Orang-orang besar dan generasi dahulu,
telah mengetahui kecerdasan dan kecerdikan Syuraih yang
sangat tajam, akhlaknya yang mulia dan pengalaman
hidupnya yang lama dan mendalam.
Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan
keturunan Kindah, mengalami hidup yang tidak sebentar
pada masa Jahiliyah.
Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan
cahaya hidayah, dan sinar Islam telah menembus bumi
Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertama yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah
dan kebenaran. Waktu itu mereka
telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan
keistimewaannya.
Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita
andaikata dia ditakdirkan untuk datang ke Madinah lebih
awal sehingga bertemu Rasulullah SAW sebelum beliau
kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih
secara langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung
mendapatkan predikat "sahabat" setelah mengenyam
nikmatnya iman. Dengan begitu, dia akan dapat menghimpun
segala kebaikan. Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk
tidak bertemu dengan Rasulullah.
Umar al-Faruq radliyallâhu 'anhu tidaklah
tergesa-gesa, ketika menempatkan seorang Tabi'in pada
posisi besar di peradilan, sekalipun pada waktu itu
langit-langit Islam masih bersinar-sinar dengan bintang-bintang sahabat
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Waktu telah
membuktikan kebenaran firasat Umar dan ketepatan
tindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di
tengah kaum muslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa
putus.
Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam
jabatan ini dilakukan secara silih berganti sejak dari
pemerintahan Umar, Utsman, Ali hingga Muawiyah
radliyallâhu 'anhum.
Begitu pula dia diakui oleh para khalifah
Bani Umayyah pasca Muawiyah, hingga akhirnya pada zaman
pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinya dibebaskan
dari jabatan tersebut. Dan pada waktu itu dia telah
berumur seratus tujuh tahun, dimana hidupnya diisi dengan
segala keagungan dan kebesaran.
Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang
dengan sikap Syuraih yang menawan dan berkibar dengan
ketundukan kalangan elit dan awam kaum Muslimin terhadap
syari'at Allah yang ditegakkan Syuraih dan penerimaan mereka
terhadap hukum-hukum-Nya. Buku-buku induk
penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan tindakan tokoh
langka satu ini.
Di antara contohnya adalah, bahwa suatu
hari Ali bin Abi Thalib RA kehilangan baju besinya yang
sangat disukainya dan amat berharga baginya. Tidak lama
dari itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafir dzimmi.
Orang itu sedang menjualnya di pasar Kufah.
Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan berkata,
"Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu,
di tempat anu."
Lalu kafir Dzimmi itu berkata, "Ini adalah baju besiku dan
sekarang ada di tanganku, wahai Amirul mu'minin."
Lalu Ali berkata, "Itu adalah baju
besiku, aku belum pernah menjualnya atau memberikannya
kepada siapapun, hingga kemudian bisa jadi milik kamu."
Lalu orang kafir itu berkata, "Mari kita
putuskan melalui seorang Hakim kaum Muslimin."
Lalu Ali berkata, "Kamu benar, mari kita ke sana."
Kemudian keduanya pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika
keduanya telah berada di tempat persidangan, Syuraih
berkata kepada Ali RA, "Ada apa wahai Amirul mu'minin?."
Lalu Ali menjawab, "Aku telah menemukan
baju besiku di bawa orang ini, baju besi itu telah
terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu. Kini ia
telah berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupun hibah."
Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir
itu, "Dan apa jawabmu, wahai orang laki-laki?."
Lalu dia menjawab, "Baju besi ini adalah milikku dan ia ada di
tanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu'minin
berdusta." Maka Syuraih menoleh ke arah Ali dan berkata,
"Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur dalam
perkataanmu, wahai Amirul mu'minin, dan bahwa baju besi
itu adalah milikmu, akan tetapi anda harus mendatangkan
dua orang saksi yang akan bersaksi atas kebenaran apa
yang anda klaim tersebut."
Lalu Ali berkata, "Baiklah! Budakku Qanbar
dan anakku al-Hasan akan bersaksi untukku."
Maka Syuraih berkata, "Akan tetapi
kesaksian anak untuk ayahnya tidak boleh, wahai Amirul
mu'minin." Lalu Ali berkata, "Ya Subhanallah!! Orang dari
ahli surga tidak diterima kesaksiannya!! Apakah anda
tidak mendengar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
"al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemuda ahli surga."
Lalu Syuraih berkata, "Benar wahai Amirul
mu'minin! namun aku tidak menerima kesaksian anak untuk
ayahnya." Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu
dan berkata, "Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi
selain keduanya." Maka kafir Dzimmi itu berkata,
"Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu,
wahai Amirul mu'minin."
Kemudian dia meneruskan perkataannya,
"Ya Allah! Kok ada Amirul mu'minin menggugatku di hadapan hakim
yang diangkatnya sendiri, namun hakimnya malah
memenangkan perkaraku terhadapnya!! Aku bersaksi bahwa
agama yang menyuruh ini pastilah agama yang haq. Dan aku
bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba dan utusan Allah."
Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik
Amirul mu'minin. Aku mengikuti tentara yang sedang
berangkat ke Shiffin (Suatu daerah di Siria, di sana
terjadi peperangan besar antara Ali dan Muawiyah RA) lalu
menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarna abu-abu, lalu
memungutnya."
Maka Ali RA berkata kepadanya,
"Karena engkau telah masuk Islam, maka aku menghibahkannya
kepadamu, dan aku memberimu juga seekor kuda."
Dan belum lama dari kejadian ini, orang
kafir itu ternyata ditemukan mati syahid saat ikut
berperang melawan orang-orang Khawarij di bawah bendera
Ali, pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalam berperang
hingga dia mati syahid."
Di antara sikap menawan yang ditunjukkan
juga oleh Syuraih adalah bahwa pernah suatu hari,
putranya berkata kepadanya, "Wahai ayahku, sesungguhnya
antara aku dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilah perkaranya; jika
kebenaran ada di pihakku, aku akan menggugat mereka ke
pengadilan dan jika kebenaran ada di pihak mereka, aku
akan mengajak mereka berdamai." Kemudian sang putra
menuturkan kisahnya kepada ayahnya.
Lalu ayahnya berkata kepadanya, "Kalau
begitu, pergilah dan ajukan mereka ke pengadilan."
Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka
memperkarakannya ke pengadilan. Mereka pun menyetujuinya.
Dan ketika mereka telah berada di hadapan
Syuraih, Syuraih memenangkan perkara mereka terhadap
putranya.
Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke
rumah, sang putra berkata kepada ayahnya, "Engkau telah
mempermalukanku, wahai ayahku!" Demi Allah seandainya aku
tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepadamu, tentu
aku tidak akan mengecammu seperti ini."
Maka syuraih berkata, "Wahai anakku, Sungguh engkau memang lebih aku cintai
daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah 'Azza wa Jalla
lebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku
beritahukan kepadamu bahwa kebenaran berada di pihak
mereka, aku khawatir engkau akan mengajak mereka berdamai
dimana hal ini akan menghilangkan sebagian hak mereka. Karenanya,
aku mengatakan kepadamu seperti itu tadi."
Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi
jaminan seseorang, dan Syuraih menerimanya, ternyata
orang itu kabur dari pengadilan. Maka Syuraih
memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kabur itu.
Akhirinya, Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari
ke penjara.
Terkadang, Syuraih meragukan sebagian
saksi. Namun dia tidak mendapatkan jalan untuk menolak
kesaksiannya, karena syarat keadilan telah mencukupi
mereka, maka dia berkata kepada mereka sebelum mereka menyatakan
kesaksiannya,
"Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah
memberi petunjuk kepada anda semua-Sesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah
kalian sendiri. Dan sesungguhnya aku hanya menjaga diri
dari api neraka melalui kalian. Karena itu, bila kalian
sendiri yang berlindung darinya adalah lebih utama lagi."
Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk
tidak memberikan kesaksian dan berlalu.
Jika mereka bersikeras untuk bersaksi,
Syuraih menoleh kepada orang yang mereka bersaksi
untuknya, seraya berkata, "Ketahuilah, wahai tuan,
sesungguhnya aku mengadili anda melalui kesaksian mereka.
Dan sesungguhnya aku melihat anda adalah orang yang dzalim. Akan
tetapi aku tidak boleh memberikan putusan berdasarkan sangkaan,
tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnya
keputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang
diharamkan Allah terhadapmu."
Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh
Syuraih di ruang sidangnya adalah perkataannya,
"Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi.
Sesungguhnya orang yang dzalim sedang menunggu siksa.
Sedangkan orang yang teraniaya menunggu keadilan. Dan
sesungguhnya aku bersumpah kepada Allah, bahwa tidak ada
seorangpun yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, kemudian
dia merasa kehilangannya."
Syuraih bukan hanya sebagai penasehat
karena Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya saja, akan tetapi
dia juga penasehat untuk kalangan awam dan kalangan
khusus kaum muslimin semua. Salah seorang dari mereka
meriwayatkan, "Syuraih memperdengarkan kepadaku suatu
ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang meresahkanku karena
ulah seorang kawanku. Lantas Syuraih
memegang tanganku dan menarikku ke pinggir seraya berkata,
"Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain
Allah Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu
mengadu kepadanya, bisa jadi dia adalah kawanmu atau
musuhmu. Kalau dia kawan, berarti kamu akan membuatnya
bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akan ditertawakannya."
Kemudian dia berkata, "Lihatlah mataku ini-
dan dia menunjuk ke salah satu matanya- Demi Allah, aku
tidak bisa melihat seseorang dan jalan karenanya sejak
lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidak ceritakan kepada
siapapun mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini. Tidakkah
kamu mendengar ucapan seorang hamba yang shaleh (yakni
Nabi Ya'qub a.s), 'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku.'(Yusuf:86). Maka
jadikanlah Allah Azza wa Jalla sebagai tempat mengadu dan
melampiaskan kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu.
Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan
dan Yang paling dekat untuk diseru."
Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta
sesuatu kepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya,
"Wahai anak saudaraku, siapa yang memohon hajat kepada manusia,
maka dia telah menjerumuskan dirinya ke dalam perbudakan.
Jika orang yang diminta itu memberinya, maka dia telah
menjadikannya budak karena pemberian itu.
Dan jika orang itu tidak memberinya, maka
keduanya akan kembali dengan kehinaan.
Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hina karena
ditolak. Maka jika kamu meminta, mintalah
kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan,
memohonlah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah,
bahwa tidak ada upaya, kekuatan dan pertolongan kecuali
dengan Allah.
Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah
penyakit Tha'un, lalu salah seorang sahabat Syuraih kabur
dari sana menuju ke Najef untuk menyelamatkan diri dari
penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim surat kepadanya,
"Amma ba'du, Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidak mendekatkan
kematianmu dan tidak juga merampas hari-harimu.
Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana adalah berada
dalam genggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan
usaha dan tidak akan luput pelarian itu dari-Nya.
Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada
di atas hamparan Raja Yang Satu. Dan sesungguhnya Najef
adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa." Di
samping hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna,
manis penyampaiannya dan tema-temanya begitu memikat.
Menurut suatu riwayat, dia mempunyai
seorang anak berumur sekitar sepuluh tahun, dan anak itu
lebih suka meghabiskan waktu untuk bermain dan
berhura-hura. Pada suatu hari dia kehilangan anak itu,
dan ternyata anak itu tidak masuk sekolah dan menggunakan
wakut tersebut untuk melihat anjing-anjing. Dan ketika
anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudah
shalat? Maka anak itu menjawab, Belum.
Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu menulis surat kepada
guru anak itu dalam untain berikut:
Anak ini meninggalkan shalat karena mencari anjing-anjing
Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal
Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran.
Dituliskan untuknya seperti lembaran pemohon (minta dieksekusi)
Jika dia datang kepadamu, maka obatilah
dengan celaan. Atau nasehati dengan nasehat orang bijak
lagi cerdik. Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan
alat. Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka
hentikanlah. Ketahuilah bahwa anda tidak akan mendapatkan
sepertinya. Apapun yang diperbuatnya, ia adalah jiwa yang
paling berharga bagiku
Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq
yang telah menghias wajah peradilan Islam dengan permata
yang mulia lagi asli. Mutiara yang putih dan tampak
menawan.
Beliau telah memberikan lentera terang
kepada kaum muslimin yang hingga sekarang mereka masih
mengambil sinar kefiqihannya terhadap syariat Allah.
Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah.
Dan berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari
kiamat. Mudah-mudahan Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.
Dia telah menegakkan keadilan di tengah
manusia selama enam puluh tahun, tidak pernah berbuat
dzalim terhadap siapapun, tidak pernah melenceng dari
kebenaran serta tidak pernah membedakan antara raja dan masyarakat biasa.
CATATAN:
Sebagai bahan tambahan biografi Syuraih
al-Qadli, silahkan baca:
-
ath-Thabaqat al-Kubra, oleh Ibnu Sa'd,
6/11, 34, 94, 108, 109, 170, 206, 268, dan 7/151, 194,
453 dan 8/ 494.
-
Shifat ash-Shafwah, oleh Ibnu Al-Jauzi
(cetakan Halb), 3/38.
-
Hilyatu al-Auliya, oleh Al-Ashfahani,
4/256-258.
-
Tarikh ath-Thabari, oleh Ibnu Jarir
Ath-Thabari, Jilid 4,5,6 (Lihat daftar isi di jilid 10)
-
Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath, 129, 158,
184, 217, 251, 266, 298, 304.
-
Syadzarat adz-Dzahab, 1/85-86.
-
Fawat al-Wafayat, 2/167-169.
-
Kitab al-Wafayat, oleh Ahmad bin Hasan
bin Ali bin Al-Khathib, 80-81.
-
al-Muhabbar, oleh Muhammad bin Habib,
305, 387.
-
Dairatu al-Ma'arif, oleh farid Wajdi,
5/373-473.
Kunjungilah
www.swaramuslim.net untuk
mengetahui berita-berita serta artikel-artikel terbaru tentang Islam